Minggu, 01 November 2015

APKOMINDO: ICT OUTLOOK DARI AJANG INDOCOMTECH 2015


APKOMINDO : ICT OUTLOOK DARI GELIAT PAMERAN AKBAR INDOCOMTECH 2015

Pada setiap peresmian Indocomtech secara rutin Ketua Umum Apkomindo, Dr Rudi Rusdiah merelis data industry Telematika yang dikumpulkan oleh Asosiasi Apkomindo, kali ini bekerjasama dengan analyst Gfk (Grow for Knowledge), majalah online Komite.id dan Kementrian terkait. Peresmian Indocomtech oleh Dirjen Aplikasi Telematika, Ir Bambang Heru; Deputi VII, KemenkoPolhukam dan Ketua DeskCyber, Marsekal Muda Agus Barnas bersama Ketum Dr Rudi Rusdiah ; Ketua DKI (pjs) Agus Setiawan; Ketua YAI Chris Japari dan Ir Hidayat Tjokrodjojo serta Corporate Secretary BRI dengan bersama sama menekan tombol peresmian. Pidato pembukaan Ir Bambang fokus pada pengembangan Startup Telematika dan membangun industry kreatif dan aplikasi Telematika, sedangkan Marsekal Agus Barnas pada Ketahanan Informasi dan Cyberspace menghadapi tantangan atau ancaman asimetris dan proksi di era Clouds dan Internet ini. Pengunjung pameran setiap tahunnya meningkat sejak 1992 hingga yang ke 23 dan tahun lalu menembus angka pengunjung 220,000 sebagai barometer industry dan pameran ICT terbesar se Asean.

Tahun lalu Asosiasi memprediksi Cloud Computing, IOT (Internet of Things) dan OTT (Over the Top) akan menjadi primadona industri Telematika di Indonesia, ternyata OTT dan Clouds berbasis Transaksi Perdagangan yang menjadi biang disruption (ledakan & gonjang ganjing) industry Telematika disusul oleh IOT yang sepertinya tumbuh lebih lambat mengikuti pertumbuhan eCommerce dan eBanking yang cepat. IOT menjadi tema Indocomtech 2015 yang didukung oleh aplikasi menunjang Smart City dan Virtual/ Augmented Reality. Konvergensi antara industry banking dan Telematika pun sudah Nampak seperti Bank BRI venture ke industry satelit dengan meluncurkan BRISAT nya, sedangkan perusahaan Telkom juga mulai masuk aplikasi perbankan dan trend tahun depan masyarakat bisa belanja dengan gadget Smartphone seperti Docomo di Jepang. Google pun tidak mau ketinggalan dari perusahaan kategori OTT kedepan akan venture di bisnis Jasa Akses Telekomunikasi dengan Google Loon, balon Internetnya yang cukup kontroversial, karena tentu para penyelenggara Telekomunikasi dasar seperti PT Telkom bisnisnya akan banyak dipengaruhi oleh masuknya Google yang juga memberikan akses Internet dipedalaman Papua, Ambon dan Kalimantan ?
Diskusi dengan Agus Barnas mantan pilot menyatakan bahwa high altitude balon mengorbit diatas 12 miles (20,000m); sedangkan pesawat komersial diatas 6 miles (10,000 m) semestinya aman, namun balon harus di maintenance dan mendarat serta take off sehingga disini harus sangat berhati hati mengingat Google didunia akan meluncurkan ribuan balon udara, tambahan pekerjaan dan objek yang harus dimontor oleh menara control penerbangan di tanah air ? Dari Dirjen Aptika tentu mempertanyakan mengenai lisensi sebagai operator Jastel atau JarTel atau Jaringan Khusus seperti Militer dan bagaimana dengan pendaftaran frekwensi 3G nya ? Di Silicon Valley, Presiden RI Jokowi mengutus Menkominfo Rudiantara bersama CEO Indosat; Telkomsel dan XL untuk diskusi kerjasama Google Loon ini, jadi teringat kasus pengadilan tipikor mengenai frekwensi antara Indosat dan direktur anak perusahaannya, bapak Indar.

Rumor soal razia SNI di mal dan pertokoan Mangga Dua sempat dipertanyakan, namun menurut pak Agus Barnas akan dikoordinasikan dengan KemenkoPolhukam dan semestinya sikap Pemerintah pada kondisi ekonomi yang masih gonjang ganjing rupiah diperlukan keteduhan dan bukan kegaduhan di pasar. Kemudian disusul konperensi press oleh Menteri Perdagangan dan PolRI sepertinya menjawab bahwa razia SNI ini bukan inisiatif dari Kementrian Perdagangan dan PolRI. Kondisi di pameran pada hari Ketiga masih sangat ramai dan padat, terutama yang mengikuti lelang dari beberapa stan ecommerce serta aksi para gamer yang sangat marak di Hall B. Sudah rutin stand Glodok Mangga Dua selalu penuh sesak pengunjung seperti di Glodok tahun 1990 an.


Data indikator Asosiasi: Pasar PC sejak 2013 memang menurun meskipun ditunjang oleh meningkatnya tablet. Pasar fiture phone juga digerus oleh primadona Smartphone, satu satunya yang meningkat 5% (2015). Namun pasar PC tetap bertahan dapat dilihat dari semaraknya para gamer berkompetisi dihall B Indocomtech 2015 memanfaatkan PC, serta semakin banyaknya Server dan Storage di Data center dan Clouds seiring makin banyaknya Smartphone.
 Beberapa data indikator 2015 yang mendisrupsi sektor Telematika Indonesia seperti faktor: 1. Jumlah penduduk Indonesia 252 juta dimana ekonomi menengahnya meningkat dan bonus demografinya positif; 2. Pengguna Internet 150 juta; 80 juta memanfaatkan Social Media; 60 juta melalui Smartphone dan 85.5 juta mulai aktif berjualan Online dengan transaksi mencapai Rp 50 Trilyun, 75% melalui ATM dan Transfer (eBanking) (Tempo:2015); 3. Majoritas memanfaatkan clouds via aplikasi OTT voice and group messaging; social media, infotainment. Seminar POP dengan keynote Ketua Apkomindo dan Micronics Group judul “Enterprise Solutions: Future Clouds, Data Center, Big Data dan IOT” disusul panel beberapa pemain besar Ecommerce seperti BLI BLI, Gamer dan Augmented Reality mengingatkan kita akan trend dan disrupsi yang terjadi di Industri Telematika Indonesia (rrusdiah@yahoo.com).


Minggu, 18 Oktober 2015

Indonesian Military Anniversary and Rupiah Rebound


Indonesian Military (TNI) Anniversary, Social Media Positive Sentiments & Investor Confident

A sudden and sharp strengthening of rupiah in any Asian Currencies rallied throughout last week starting on Monday, 5th October, astonished many analysts in disbelieved that such sudden inflection point phenomenon of strongest value gain in Rupiah against US dollar could ever happened in the midst of Rupiah crisis since beginning of 2015? Some analysts had different opinions: 1. Was it the Intervention by Bank Indonesia (BI) or the Third Government economic stimulus package ? 2. Was it some external factor, such as increase of interest rate by The Fed (Quantitative Easing), which was all economic macro factors Domestic and Global (ceteris paribus)?
Or could external political factor such as the 70th Anniversary of Indonesian Military (HUT TNI) on Monday, 5th October 2015 at Indah Kiat port, Cilegon trigger such sharp inflection point that strengthened Rupiah ? In the afternoon of 5th October President JKW speech as ceremony Chief Inspector, is it latest version of Jokowi effect?

Why focus on correlation between TNI Anniversary and fluctuation of rupiah ? The sudden inflection of strengthening rupiah starting on 5 October 2015, amids of weakening of rupiah from the Rupiah from the two diagram below:


Previously in September 2015, Rupiah was continued to weaken to the psychological lowest level of Rp 15,000, above Rp 14,700 (2/10), despite of two previous government economic stimulus to strengthen Rupiah that both failed. BI report late Wednesday (7/10) show the biggest drop of Indonesian Foreign Exchange Reserve fell US$ 3.6 Billion in September 2015 to US$ 101.7 Billion (30/9) closing on psychological level threshold of US$ 100 Billion. The Foreign Reserve has fallen 12 percent over the last seven months from US$ 114.25 Billion in January 2015 to its lowest level US$ 101.7 Billion(30th September 2015 ). Unfortunately, data show that Rupiah drops most significantly 4.1 percent in September 2015 (, 3.7% in August 2015) despite of BI intervention, just like pouring salt in the ocean; annihilated reason that this rupiah rebound caused by intervention of BI. “Save by the Bell” said some analyst usually during critical moment of a boxing match. Then, Rupiah was rebound starting October 5th , 2015 by 5.6% increased after President Jokowi speech during the TNI Anniversary.
Was the correlation between Rupiah rebound and HUT TNI just a coincidence? Could it be asymmetric war of positive sentiment for Rupiah in Social Media against previously Investor pessimism in Rupiah strength or speculator (invisible hand) ? 

Even external Global factor such as Fed Reserved rumor of increased interest rate was said to cause reversal and panic of US dollar capital outflow from Indonesian market (or Taper Tantrum effect), which causing the weakening of rupiah and had little to do with recent steep strengthening of Rupiah except weak US domestic employment data. Furthermore, starting 5th October, Out of 11 main Global Currencies; 8 currencies even show weakening and only 3 show mild increased such as Korean Won (1.2%); Japanese Yen (0.2%) and Thailand Bath (0.4%); but rupiah was the champion showing a very steep inflection point of 4.4%, next to Malaysian ringgit 3.4%.
Now remain the domestic factors at national level that could cause such positive sentiment that drove the unbelievable rebound of Rupiah 8.78 percent last week from Rp 14,719 on Friday (2nd October) to Rp 13,521 Friday(10th October). The Rupiah surged 3.1 percent high on Wednesday as the biggest single day’s gain since December 2008 provided domestic market optimism

On 5th of October there are two significant phenomena, first is the third Government economic stimulus package and the second was 70th TNI Anniversary (HUT TNI) parade. Analyzing the previous two economic stimulus packages that show very little effect on strengthening rupiah, on the other hand the second phenomena, 70th HUT TNI parade should be the only key factor that could strengthening of Rupiah with such magnitude as the Jokowi effect. The troops march parade was followed by unique attraction of Modern Integrated Warfare involving hundreds of fighter jets (F16 & Sukhoi); helicopters; Hercules military transport plane; 52 battle ships and submarine and hundreds of Army Tanks and artillery weaponry in an artillery life combat form, seldom displayed at any Global military parade. Discussion between Rudi Rusdiah, chairman of Computer Association, Apkomindo, Alumnus of Lemhannas PPRA XLII/2008 and member of Cyberdesk (DK2ICN) , MenkoPolhukam with foreign diplomats, ambassadors, military attaché and observers that were present in the 70th HUT TNI celebration revealed positive impressions and report brought back to their corresponding countries that the economic and geopolitics in Indonesia was very conducive and stable. Although, in 2015 many unfavorable phenomena happening such as the worst El Nino since 1998 and global commodity crisis that brought Rupiah down to its lowest level since 1998 Asian crisis. This 70th HUT TNI triggered positive sentiments that were tweets and send through many Social media such as Twitter, Facebook, Youtube creating positive signals in the monitoring command center and global cyberspace originating from Indah Kiat port, Cilegon. An anomaly that has often forgotten by many economic analyst on the power of social media and Netizen Indonesia (80 Millions) and Global (2 Billions).

Thousands of civilian, villagers were present and participated enthusiastically in the marching parade showing the close relationship between TNI (military) and civil society; not to mention when President Jokowi approached the crowd of thousands spectators creating positive sentiment. It trigger another ’ Jokowi effect’ and positive signals that Indonesia are politically safe, stable and the need of strong Military to vanguard largest archipelago nation with 7,9 million km square of sea, large domestic market and country with rich in natural resources potential, strengthening the value of rupiah due to increase flow of investment to Indonesia. Military Chief, Army General Gatot Nurmantyo referred as “Pesta Rakyat” (People’s party), Strong and Professional TNI together with the People defending Indonesian sovereignty and independent with Minimum Essential Force (MEF) policy. Even Global Firepower military analyst positioned Indonesia in the 12th Global Rank below US, Russia, China, India, UK, Korea, and Israel; above regional forces Singapore, Malaysia and even Australia. The day after His Majesty Sultan Brunei Darussalam granted the honorific ‘Dato Paduka Seri’ highest recognition on General TNI Gatot Nurmantyo, the Chief of Indonesian National Armed Forces. 

Hoping that Indonesian Government could maintain last week inflection point of strengthening rupiah until end of this year, where the needs of US currency still high for the following years, a strong TNI and never underestimate the power of positive net-citizen sentiments in Social Media driving back investor confidence during the Big Data era. Rudi Rusdiah –rrusdiah@yahoo.com

HUT TNI, Sentimen Positif Sosial Media & Penguatan Rupiah



Peningkatan tajam Rupiah diantara Mata Uang Global sejak 5 Oktober selama seminggu telah mengejutkan banyak konsultan dan analis keuangan yang tidak percaya akan terjadi fenomena titik infleksi (balik) penguatan Rupiah yang tajam terhadap Dolar AS ditengah terpuruknya rupiah semenjak awal 2015. Anomali peningkatan Rupiah ini oleh analis dan ekonom di kaitkan dengan beberapa isu: 1. Apakah karena intervensi Bank Indonesia (BI) atau Paket stimulus ekonomi ? 2. Apakah karena rencana kenaikan suku bunga The Fed (Quantitative Easing)? Semua ini adalah faktor ekonomi makro (Ceteris paribus) Global dan Domestik. Mungkinkah faktor politik diluar ekonomi seperti parade HUT TNI, 5 Oktober 2015 di-dermaga Indah Kiat, Cilegon dapat memicu titik infleksi penguatan Rupiah seusai pidato Presiden Jokowi sebagai Inspektur Upacara HUT TNI, apakah sebuah ‘Jokowi Effect’ yang lain ?

Sebelum 5 Oktober, rupiah terus melemah ke level psikologis Rp 15,000, diatas Rp 14,700 (2/10), meskipun sudah dilakukan dua kali paket stimulus ekonomi oleh pemerintah yang gagal menahan keterpurukan rupiah. Publikasi BI Rabu(7/10) memperlihatkan penggerusan Cadangan Devisa RI US$ 3.6 Miliar terbesar selama September 2015 menuju US$ 101.7 Miliar mendekati angka psikologis Cadangan Devisa US$ 100 Milyar. Cadangan devisa RI melorot sebesar 12 % dalam 7 bulan 2015, dari US$ 114.25 Miliar(Januari 2015) menjadi USD 101.7 Miliar (30 September 2015), sayangnya tanpa peningkatan Rupiah, malahan keterpurukan terparah Rupiah 4.1% bulan September (3.7% bulan Agustus) ditengah intervensi BI. BI seperti menabur garam di laut. “Save by the Bell” seloroh analis ekonom seperti melihat momen kritis pada pertandingan tinju dunia. Untungnya, disusul peningkatan kembali Rupiah 5.6% dibulan Oktober 2015, setelah pidato Jokowi di HUT TNI. 

Apakah ada korelasi antara HUT TNI dan menguatnya rupiah, sebuah keniscayaan atau faktor kebetulan saja? Ataukah sebuah perang asimetris antara sentiment positif HUT TNI di Social Media dengan sentiment negative investor dan spekulator (invisible hand) atau hilangnya kepercayaan pasar terhadap Rupiah? 

Bahkan faktor ekternal Global seperti rencana/ rumor peningkatan suku bunga oleh The FED, beberapa kali menjadi faktor melemahnya rupiah, karena investor panik dan terjadi pelarian investasi keluar RI (efek Taper Tantrum), yang direkayasa menjadi kemungkinan penguatan rupiah. Faktor lain memburuknya data tenaga kerja AS (5/10), hanya memperkuat 3 mata uang global seperti Won Korea (1.2%); Yen Jepang (0.2%); Bath Thailand (0.4%) dari 11 mata uang global; dan hanya Rupiah yang paling perkasa dengan peningkatan tajam 4.4% karena faktor HUT TNI disusul oleh Ringgit Malaysia (3.4%).

Jadi tinggal faktor domestic level nasional yang dapat membalikkan Rupiah secara drastis menguat 8.78 persen dalam seminggu dari Rp 14,719/US$ Jumat (2/10) menjadi Rp 13,521 Jumat (10/10). Rupiah menguat 3.1 persen dalam sehari Rabu (7/10), sebuah penguatan fantastis sejak Desember 2008, meningkatkan optimisme pasar valuta dan kepercayaan investor global. Pada 5 Oktober 2015, ada dua fenomena signifikan, pertama paket stimulus ekonomi pemerintah yang ketiga dan HUT TNI akbar dikuti defile seluruh kekuatan TNI dan alutsista serta peragaan memukau kekuatan AD, AL dan AU terintegrasi dalam perang semesta modern yang memberikan efek titik infleksi (pembalikan) rupiah secara tajam dalam seminggu kedepan; magnitude lebih kuat dari ‘Jokowi Effect’ sebelumnya. Defile parade militer yang diikuti atraksi unik gelar kekuatan perang modern terintegrasi oleh ratusan pesawat tempur jet F16 dan Sukhoi; helicopter; pesawat pengangkut Hercules; 52 kapal perang berbagai jenis; kapal selam dan ratusan kendaraan tank; lapis baja dan artileri dalam kondisi perang dan di luncurkan dalam scenario perang modern darat laut dan udara yang jarang diperagakan meski ditingkat global sekalipun. Dari diskusi Rudi Rusdiah, Ketua Asosiasi Komputer Apkomindo, Mastel dan alumni Lemhannas PPRA XLII/2008 serta anggota Desk Cyber (DK2ICN) Kemenko Polhukam dengan para diplomat asing; duta besar dan atase militer Negara sahabat yang hadir pada acara HUT TNI ke 70 ini tersirat profile, sentimen dan indikator positif yang dilaporkan ke negaranya masing-masing bahwa ekonomi dan geopolitik Indonesia sangat kondusif dan stabil. Padahal pada 2015 ini banyak sentimen negative karena El NINO terparah sejak 1998 dan krisis komoditi global dan krisis Negara-negara di dunia yang menyebabkan Rupiah ikut terpuruk sejak 1998 krisis Asean. HUT TNI tentu membawa angin segar memicu sentimen positif melalui Sosial Media OTT seperti Twitter; Facebook; Whatsapps; Youtube ke Netizen penjuru dunia dan command center OTT di Silicon Valley bersumberdari dermaga Indah Kiat, Cilegon. Sebuah Anomali kekuatan Social Media dan Netizen RI (80 juta) dan Global (2 miliar) yang sering dilupakan oleh pengamat pasar dan ekonom.

Ribuan masyarakat hadir dan partisipasi bahkan pada saat defile berparade di mimbar kehormatan diplomat Asing dan inspektur upacara oleh Presiden Jokowi bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Disusul blusukan Presiden menyalami ribuan masyarakat usai pidato menciptakan sentiment luar biasa melebihi ‘Jokowi effect’ sebelumnya bahwa politik di Indonesia sangat stabil dan TNI; Pemerintah bersama Rakyat sangat dekat tanpa jarak birokrasi, menyebabkan kembalinya aliran investasi dan kepercayaan investor (asing). TNI yang kuat dan professional sangat dibutuhkan menjaga Negara kepulauan (archipelago) terbesar didunia dengan 7,9 juta kilometer persegi; pasar domestic dengan jumlah penduduk nomor 4 didunia; eksploitasi sumber daya alam dan hutan tropis, faktor deterrent, serta menghancurkan kekuatan asimetris baik spekulan global; narkoba dimasa datang. Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut sebagai “Pesta Rakyat bersama TNI’, dimana TNI yang kuat, professional bersama rakyat mampu mempertahankan kedaulatan; kemerdekaan dan kemandirian NKRI dengan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Bahkan Global Firepower, analis militer dunia memposisikan TNI di ranking ke 12 setelah Amerika, Rusia, RRT, India, UK, Korea dan Israel. TNI jauh diatas kekuatan Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia bahkan Australia dan Selandia Baru. Hari berikutnya Sultan Brunei Darrusalam memberikan penghormatan tertinggi ‘Dato Paduka Seri’ kepada Jenderal Gatot Nurmantyo.

Semoga Pemerintah Indonesia dapat mempertahankan momentum penguatan yang luar biasa selama seminggu pada HUT TNI ke 70 ditengah kebutuhan valuta asing untuk pembayaran hutang dan belanja modal pada akhir tahun ini. TNI yang kuat dan professional sangat dibutuhkan dan jangan meremehkan kekuatan sentiment positif Netizen; Social Media/OTT yang dapat memutar balik pelemahan rupiah dan kepercayaan investor menjadi indikator positif ekonomi Indonesia pada era Big Data. rrusdiah@yahoo.com

Rabu, 09 Januari 2013

Ikut tender 3 / 4G , belum kapok dng Kasus Freq. Sharing 2.1G di Kejagung ?

Belum kapok kah ?  Urusan denda Rp 1.3 T keJagung frekwensi sharing Indosat dan IM2 di 2.100Mhz masih
Berlanjut kabarnya beban bagi industri dan preseden buruk bagi Indonesia.

Sekarang lelang Frekwensi 1.800Mhz malah jadi favourit 4G dan berapa Triliun lagi akan dihabiskan utk up front fee loh :-)

salam, rr - apw
===
Komentar Komentar teman teman di milis APW, Telematika dan Mastel kali ini ascending order...yang lama dibawah :-)
==========
 To: "APWKomitel@yahoogroups.com" <apwkomitel@yahoogroups.com>

Subject: Sidang tipikor senin pekan depan [mastel-anggota] KASUS INDOSAT-IM2: MASTEL SAMPAIKAN SURAT  KE SBY

Jadi apakah artinya ada insider sharing informasi soal masalah frekwensi 2.1Gh sharing IM2 dan Indosat ini dengan kejagung... :-)

Weleh weleh... jika benar...semestinya BPKP meninjau kembali laporannya dan mengulangi lagi research nya...

Siapa tahu hasilnya menjadi lebih baik dan kondusif.. boleh khan atau bisa khan BPKP melakukan hal ini... amandemen studinya... dengan informasi baru ?

hav a niz wekeend dan semoga minggu depan membaik salam, rr - apw/ mastel

stop press: source dari Koran Tempo jumat 11, jan 2013 hal A7

Kjeagung menyatakan mantan Dirut IM2 akan jalani sidang perdana Senin pekan depan (14 jan 2013) setelah menerima penetapan sidang oleh pengadilan TiPiKor di Jakarta... dan sudah menunjuk Antonius Wdijantono sebagai Ketua Majelis Hakimnya kata kepala Jampisus Kejaksaan Negeri Jaksel Arif Zahrulyani.
Komunitas bisa rame2 monitor sidang ini
====
From: Ratnawulan Oktovani <wulan@mastel.or.id>
To: mastel-anggota@yahoogroups.com
http://m.bisnis.com/articles/kasus-indosat-im2-mastel-sampaikan-surat-keprihatinan-kepada-sby
---
Jum'at, 11 Januari 2013 | 23:29 WIB  -   Gloria Natalia Dolorosa
 
JAKARTA-Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Internet 3G di frekuensi 2,1 GHz antara Indosat dan Indosat Mega Media (IM2).
    Sebelumnya Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melayangkan surat keprihatinan kasus serupa kepada presiden.
    Ketua Umum Mastel Setyanto P. Santosa mengatakan Mastel menganggap bahwa penggunaan kekuasaan secara keliru oleh Kejaksaan Agung di dalam kasus IM2 berpotensi menimbulkan gangguan terhadap laju pertumbuhan layanan jasa telekomunikasi.
    Kasus itu pun bisa berdampak pada ketidakpastian hukum di bidang investasi dan menghambat laju pembangunan jaringan dan aksesibilitas telekomunikasi.
   Dalam keterangan tertulis kepada Bisnis, Jumat (11/1), keprihatinan Mastel didasarkan pada beberapa hal. Pertama, sikap Kejaksaan Agung yang memidanakan perjanjian bisnis antara Indosat-IM2 semata-mata didasarkan pada laporan oknum Denny A.K yang tujuannya memeras Indosat.
    Denny A.K yang mengatasnamakan Lembaga Konsumen Telekomunikasi Indonesia (LKTI) saat ini sudah dihukum 16 bulan oleh pengadilan. Dia terbukti melakukan pemerasan terkait salah satu kasus yang dilaporkannya kepada kejaksaan.
    Kedua, perjanjian bisnis yang dilakukan antara IM2 dengan Indosat adalah model bisnis yang umum di bidang telekomunikasi. Model ini dilakukan oleh lebih dari 200 perusahaan yang sejenis dengan IM2.
     Ketiga, Kejaksaan Agung dalam memproses kasus ini tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat a.l. dari Menteri Komunikasi dan Informatika dan pembuat/penanggung jawab kebijakan di bidang informatika.
     Menurut Mastel, kerja sama antara IM2 dengan Indosat sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. (yus)
Salam,   Ratnawulan Oktovani
==========
From: "rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>

Jadi akhirnya pertanyaan saya soal PemeTUNan BPKP benar dong ha3x... thanks for the informan kemarin dulu sore :-)
sebetulnya sharing frekwensi itu baik dan diasarankan oleh ITU dan para paker telekom (Gilder (2000) Telecosm) bahkan semakin canggih tehnologi semakin banyak yg bisa sharing... akhirnya frekwensi dan bandwidth menjadi abundance tidak lagi scarcity... so no more zero sum game... tapi positive sums game.

jadi 'sharing' frekwensi..ngak perlu takut terus ada istilah 'berbagi' guna frekwensi... bahkan ditenggarai 'kumpul kebo', 'selingkuh' atau berjemaah frekwensi dalam diskusi kemarin.

Analoginya infrastruktur frekwensi sharing seperti ini bagi orang awam untuk infrasturktur Jalan Tol:
Kalau di teknologi transportasi maka ada satu perusahaan selaku penyelenggara jaringan jalan tol yaitu misalnya PU atau JasaMarga, sedangkan penyelenggara jasa transportasi seperti taxi, pengangkutan memanfaatkan dengan bayar uang tol atau kalau digratiskan yah bayar pajak dan pelat nomor kendaraan (ngak boleh pake DI 13 misalnya ha3x... :-)
Jadi tidak perlu setiap taxi bangun jalan masing masing... masak kita harus semua jadi penyelenggara jalan tol dan setiap orang bangun jalan tol...ngak mungkin dong.

Di Telekomunikasi juga sama... ada satu perusahaan penyelenggara jaringan misalnya telkom atau Indosat dalam hal ini membangun jaringa dengan frekwensi 2.1G..setelah mendapatkan lisensi membangun dan bayar upfront fee... cukup satu dua perusahaan saja...
Lalu ribuan warnet, ISP termasuk IM2 menjadi penyelenggara jasa memanfaatkan jaringan tersebut ini frekwensi sharing menurut saya... dengan membayar BHP Jasanya dan USO nya.
Jadi Warnet, ISP dan IM2 tidak perlu semuanya jadi penyelenggara jaringan cukup beberapa perusahaan raksasa saja seperti Indosat, Telkom dll...)

Aneh kasus Kejagung ini masak Warnet, ISP, IM2 harus bayar frekwensi alokasinya... ntar semua jadi penyelenggara jaringan dong... :-)
Mungkin dengan cara pandang seperti ini semakin terlihat masalah frekwensi sharing ini semestinya tidak masalah dan dengan semakin tinggi teknologi kedepan maka pemakaian spektrum akan semakin efisien dengan teknologi-teknologi sharing yg semakin canggih... dan kalau kondisinya judikatif kita seperti ini... maka kita SETBACK... dan bukan maju tapi mundur... dan target WSIS tidak akan tercapai.

salam, rr - apw/ mastel
--------
From: arif pitoyo <arifpitoyo@yahoo.com>
Subject: Re: [Telematika] sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

http://www.telkomedia.com/index.php/telecom/item/180-indar-atmanto-gugat-bpkp-terkait-perhitungan-kerugian-negara

JAKARTA- PT Indosat Tbk (Indosat) hari ini mengumumkan bahwa Ir. Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), telah mengajukan gugatan sae Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Badan Pemeriksa Keuangan dan Pengawasan (BPKP).
Indosat selaku pemilik lisensi frekuensi 2.1 GHz adalah  penyelenggara jaringan yang telah bekerjasama dengan  IM2 selaku penyelenggara jasa untuk menyediakan  jasa telekomunikasi berupa layanan internet bagi masyarakat. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa berkenaan dengan  kerjasama ini telah terjadi  tindak pidana korupsi oleh Ir. Indar Atmanto, mengingat IM2  dianggap telah memakai frekuensi 2,1 GHz dengan tidak melakukan pembayaran kepada Negara.

Untuk menghitung besarnya kerugian negara sehubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut diatas, Kejaksaan Agung telah meminta BPKP untuk melakukan penghitungan guna menghitung besarnya kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang diduga telah dilakukan oleh IM2.
Sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, BPKP sebenarnya tidak berwenang untuk melakukan penghitungan kerugian negara yang diduga telah dilakukan oleh IM2 karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 Tahun 2009 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang berhak untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh IM2 adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

==========
Subject: [mastel-anggota] Perbedaan tegas antara Penyelenggara Jaringan (Bergerak) dan Penyelenggara Jasa (Multimedia)
From: Arnold Djiwatampu <arnold@tt-tel.com>

Ya, kita perlu jeli mencermati dan membedakan antara Penyelenggara Jaringan Telekomunikasia dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang diatur di UU no. 36 th 1999 yang dijelaskan lebih lanjut dalam PP no. 52,  dan kemudian lebih rinci dalam Kepmen No.20/2001  dan Kepmnen No.21/2001, yang pasal dan ayat terkait dikutip di bawah ini. Dalam Ps. 3 ayat (1) huruf c. dapat disimpulkan bahwa IM2 termasuk penyelenggara jasa Multimedia.

Indosat dalam kasus ini bertindak sebagai Penyelenggara Jaringan bergerak telekomunikasi, sedangkan IM2 adalah Penyelenggara Jasa telekomunikasi (KM no.21/2001).

Dalam PP 52/2000 Ps. 13 dengan jelas dikatakan bahwa penyelenggara jasa harus menggunakan jaringan dari penyelenggara jaringan.
Kemudian dalam KM 20/2001 Ps. 10 ditegaskan bahwa yang membayar BHP Frekwensi adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Jadi jelas, bahwa bukan penyelenggara jasa telekomunikasi yang membayar BHP Frekwensi, bukan?

Kemudian dalam KM 20/2001 Ps. 29 mesti cermat menelaahnya, yang menyebutkan bahwa Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi.
Disebutkan seakan-akan setiap pengguna frekwensi harus membayar BHP Frekwensi, bukan?
Nah, di sini jebakannya, karena masih diteruskan dengan kata-kata "untuk setiap tujuan penyelenggaraan telekomunikasi". Jadi pembayaran BHP tersebut untuk satu kesatuan yang utuh bagi tujuan penyelenggaraan, bukan masing2 penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa sendiri-sendiri, bukan?
Ini adalah sesuai dan tidak bertentangan dengan Ps.10 dan Ps.13 PP no.52/2000.
Jadi tidak masuk akal bahwa baik Indosat dan IM2 masing2 harus membayar BHP Frekwensi, walaupun masing2 membayar BHP sebagai penyelenggara telekomunikasi.

Kemudian lebih lanjut dikatakan bahwa:
Penyelenggara jaringan (Ps. 10 KM 20/2001) dan penyelenggara jasa (Ps 12 KM 21/2001) masing2 membayar BHP (selain BHP Frekwensi),  dimana penyelenggara jasa telekomunikasi (harus) menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.



Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2000
Penyelenggaraan Telekomunikasi


Bagian Ketiga
<>Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi</>
<></>
<></ >Pasal  13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.



Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2000
Penggunaan Frekwensi Radio dan Orbit Satelit
Pasal 25
<>(1)       Pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang    
        telah diperolehnya kepada pihak lain.
</ > <>
(2)   
izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan    
        dari Menteri.
</ >


Kepmen No. 20 tahun 2001
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 3
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
a. Penyelenggaraan jaringan tetap;
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak.
Pasal 10
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membayar biaya hak
      penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).



Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 29
(1)   Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi wajib
         membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio
.






Kepmen No.21 tahun 2001
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi




Pasal 3
              (1) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas :  
                 a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
                 b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
                 c. Penyelenggaraan jasa multimedia.


Pasal 5
  <></>
<>(1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa</> telekomunikasi
      menggunakan
jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

<></>
<>
Pasal 12

</>
(1) Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan             
      telekomunikasi
yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

                 
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu    
      perjanjian tertulis.

                
<></>


Subject: Re: [Fwd: [Telematika] Bagaimana prinsip accounting dan hitungan BPKP dasar keputusan Kejagung ?Bisakah di amandemen jika salah ?[APWarnet] KASUS IM2: JAKSA AGUNG MINTA INDOSAT KEMBALIKAN RP1,3 TRILIUN]
Date: Wed, 9 Jan 2013 06:05:46 +0000 (GMT)
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>




Mengenai Indonesat dengan IM2 ini bagaimana ya pak, apakah Indosat bisa dipandang 'menjual kembali' hak menggunakan frequensi?
Atau Indosat memang telah membangun sistem komunikasi di atas frequensi yang sudah dia dapatkan lisensinya lalu sistem komunikasi tersebut dia jual kembali untuk menembus pasar?

Salam

==========
 From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
2013/1/9 Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
 
Ha ha gak menderita lah pak Taufik,
yang menderita itu nanti yang punya BB 2 biji, HP biasa juga ada, masih ditambah iPad :)

Kalau yang sanggup beli 2 BB, HP biasa ditambah iPad mah kagak ada menderitanya atuh!
Sama dengan orang yang beli Mercedes SLK, rumahnya tentu bukan T21, (mestinya juga malu beli premium ;))
Para ahli bisnis industri komunikasi pasti sudah ngitung lah, harga yang bakal diterima pasar berapa, lalu berapa banyak calon pengguna,
jadinya berapa berani beli lisensi 4G?  Nah pemerintah jangan mau pasang harga awal  penawaran yang terlalu rendah :)

Coba bayangkan kalo lisensi 4G aturannya hanya boleh dipegang oleh satu pemenang saja, lalu yang lainnya sub-distribusi layanan, maka
akan habis-habisan tuh lelang.  Semua operator akan mempertaruhkan seluruh duit di atas meja lelang tuh!
Kalau mau mulai dari rencana mendorong kemudahan akses informasi bagi masyarakat, perlu ditentukan berapa kemampuan "rakyat kebanyakan", dalam berlangganan internet, beri margin ke operator yang wajar, tentukan ceiling price bukan hanya floor price.
Ini kan sama dengan melakukan market design yang Pemerintah katanya sedang berusaha supaya internet terjangkau dengan menggunakan sumber daya milik publik (spektrum frekuensi, yang seharusnya tidak dijadikan barang dagangan pemerintah untuk dapat pemasukan).
Perlu diketahui bahwa saat ini yang namanya regulatory charges (BHP Jastel, BHP Frek, USO) bagi operator Indonesia sudah sangat tinggi dalam porsi itungan akuntansi mereka, padahal porsi itu sama sekali tidak pernah turun dengan makin menurunnya revenue karena penurunan tarif yang terjadi. Akibatnya operator mulai menekan suppliernya, atau mengurangi beban SDM (yang tidak mudah), maka jadi terganggulah ecosystem industri selular, akibatnya kualitas pelayanan terganggu. Yang rugi kan rakyat kebanyakan juga.

BTW, apa beberapa hari ini tidak merasakan lambatnya akses internet?
Salam
Febi
==========
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
>Belum kapok kah ?  Urusan denda Rp 1.3 T keJagung frekwensi sharing Indosat dan IM2 di 2.100Mhz masih
>Berlanjut kabarnya beban bagi industri dan preseden buruk bagi Indonesia.

Febi:
Untuk menghilangkan kerancuan, kalo memang yakin indosat dengan IM2 itu bisnis distribusi produk, maka istilah
frequency sharing harus diganti dengan kerja sama distribusi produk frequency :)

>Sekarang lelang Frekwensi 1.800Mhz malah jadi favourit 4G dan berapa Triliun lagi akan dihabiskan utk up front fee loh :-)

Kalo masalah lelang frequency, justru pemerintah harus pasang harga setinggi mungkin pada tingkat masih menguntungkan bagi
para peserta lelang.  Jangan sampai terlalu rendah.  Tinggal masalah keyakinan dunia industri apakah 4G memang akan menguntungkan?:)
Salam Febi
================

From: "Ardi Sutedja K., CISA, CISRM/NSA-IAC" <asutedjak@yahoo.com>


Waspada terhadap EO2 kriminalisasi di republik ini. Kalau di Singapura dikenal sbg ”Fine Country”, Indonesia sebentar lagi akan dikenal sebagai "Negeri Dengan 1001 Macam Upaya Kriminalisasi”! Kriminalisasi tanpa dasar lebih berbahaya dari IED di afganistan, sama jahatnya dgn narkoba dll.
Ardi
------
From: Henk Mahendra
Subject: [APWarnet] Re: Re: Sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

Hampir sekaliber Mahabharata,
Apalagi kalau kasus ini terus bergulir dan sponsor2 utama kriminalisasi "pemberdayaan gotong royong frekuensi" oleh Indosat+IM2 akan terus terpapar di papan nasional informasi publik ;)

Sejak jaman Abil dan Kabil (abel and cane) yg namanya "bisnis mengkriminalisasi hal2 non-kriminal" (= prostitusi kewenangan legal) merupakan bisnis "kumpul kebo menanduk berjamaah" (collective racketeering) dengan panen finansial/asset yg jauh lebih tinggi dibandingkan prostitusi badan :D

Keren kan Opera Prostitusi Kewenangan Legal hehehe ;)
HM
--------
From: rrusdiah@yahoo.com
Subject: Re: [APWarnet] Re: [Telematika] sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

Maksudnya perang mahabharata pak henk :-)
-------
From: "henkmahendra@yahoo.com" <henkmahendra@yahoo.com>

LANJUTKAN! ;)
Opera Van Java pasti kalah seru dengan Opera Laga Utama Indosat+IM2 ini :D
HM
------

Selasa, 08 Januari 2013

Bagaimana BPKP hitung kerugian negara Rp 1.3T oleh Indosat ? Bisakah di-amandemen?

Diskusi dengan rekan komunitas di milis APW, Mastel dan Telematika:
1.  Kabarnya dari teman diinstusi terkait, laporan mengenai jumlah yg ditenggarai merugikan negara Rp 1.3 T ini di PTUN khan oleh pengacaranya Indosat... apa betul ?
Jika betul...  kenapa tidak langsung saja Keputusan Kejagung yang di PTUN khan ?

2.  Accounting Principle apa yg digunakan oleh BPKP dalam menghitung kerugian negara  sebesar Rp 1.3 T ini ?
Setahu saya Indosat telah membayar upfront fee Frekwensi 2.1Ghz ini artinya berdasarkan prinsip debit dan credit serta jual beli jasa/lisensing ini Negara sudah menerima uang sebesar Rp 1.89 Triliun loh (Kompas, Rabu, 9 Jan 2012, halaman 5) dan juga baik Indosat dan IM2 sudah bayar BHP serta USO (Kompas).
Artinya Indosat dapat menggunakan frewensi yang sudah dibayar ini untuk misalnya dijual atau disharing dengan pelanggannya apakah itu pelanggan corporate umum atau IM2 anak perusahaannya dengan harga yg ditentukan oleh Indosat agar bisa memperoleh omset penjualan dan keuntungan tertunya.
Pelanggan baik corporate atau IM2 khan semestinya kalau mau bayar yah ke Indosat bukan lagi kenegara karena khan frewensi tersebut sudah dibayar oleh Indosat.
Jika IM2 ditenggarai merugikan negara Rp 1.3T artinya IM2 harus membayar negara Rp 1.3 T , maka negara menerima dobel pembayaran dong sebesar Rp 1.89 T upfront fee dll yg sudah dibayar oleh Indosat plus dendanya IM2 Rp 1.3 Triliun.
Ini sangat aneh bin ajaib berdasarkan pengetahuan saya menggunakan accounting principle jual beli jasa (telekomunikasi atau frekwensi) ?

3. Dari kacamata prinsip ekonomi, jika Indosat sudah bayar up front fee untuk Frekwensi 2.1Ghz ini sebesar Rp 1.89 T , maka Indosat tentu berhak menjual kembali sebagai jasa layanan telekomunikasi menggunakan frewensi ini secara bebas bisa dengan corporasi pelanggan dengan perhitungan cost benefit kepada pelanggan dan tentu juga bisa saja dijual dengan harga yg disepakati oleh Indosat dan IM2 secara intern sesuai kontrak kerjasama yg sudah disetujui oleh Kementerian Kominfo dimana besarannya bukan lagi urusan negara khan karena negara sudah menerima pembayarannya (Rp 1.87 T).
Ini jadi preseden yang sangat aneh.. artinya siapapun konsumen di Indonesia atau anda pun yg menggunakan frekwensi provider utk layanan Internet anda harus bayar lagi ke Negara, selain ke prinsipalnya,  jadi akan terjadi dobel bayar seperti kasus Indosat IM2 ini... dan ini akan jadi jurispudensi aneh dan salah kaprah di komunitas Telematika atau warnet pelanggan Indosat Im2 :-)
catatan: jika tidak bayar dobel ke ISP dan Negara artinya bisa ditenggarai merugikan negara ? Siap siap saja ISP dan Warnet lain yang sharing frekwensi dengan principlenya misalnya Telkom atau Indosat ?

    Sungguh cara perhitungan yang super aneh, bagi kami pelanggan IM2 dan semestinya keanehan seperti coba dihitung kembali oleh BPKP agar tidak terjadi chaos di kalangan pengguna jasa Internet, karena model kerjasama sharing frewensi ini umum dikalangan ISP dan Warnet. Karena tuntutan dan keputusan kejagung berdasarkan laporan BPKP dan tentu BPKP bisa saja mengamandemen laporannya jika salah khan ?

Apa teman teman kami di BPKP dan di Kominfo bisa konfirmasi atau menjelaskan otherwise dengan transparansi perhitungannya ?
Kirim komen ke Rudi Rusdiah dibawah ini. Januari 9 2013
======
Komentar-Komentar di milis descending order jadi yang terakhir malah dibawah:
======
[Waringin30]Saya sebenarnya dalam posisi sulit untuk menanggapi kasus ini. Silahkan dibaca
pandangan pribadi saya yang tidak secara khusus terkait substansi kasusnya:

http://pojokgagasan.blogspot.com/2013/01/peran-kaum-profesional-dalam-penegakan.\
html?m=1

---
[rr] sebagai informasi teman teman di milis, ini adalah email dari pak Rudy
Harahap...beliau teman baik saya kebetulan berada di posisi sulit karena beliau
adalah dari BPKP...
========
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com"
Sent: Wednesday, January 9, 2013 11:17 AM
Subject: [Telematika] Bagaimana prinsip accounting dan hitungan BPKP dasar keputusan Kejagung ?Bisakah di amandemen jika salah ?

Pak Rudi,
mungkinkah BPKP dan Kejaksaan melihat model bisnis frekuensi ini seperti model bisnis lisensi pembelian software yang hanya untuk digunakan sendiri dan tidak boleh dijual kembali ke pihak ketiga?
---
[rr] pak ahmad,
Indosatpun tidak akan menggunakan nya untuk dirinya sendiri tapi untuk dijual kepelanggannya khan, karena memang Indosat adalah perusahaan jasa telekomunikasi, jadi bukan seperti pelanggan akhir dari software Microsoft misalnya yg tidak boleh di resale (warnet saja harus ada lisensi khusus setelah diprotes keras oleh warnet di Indonesia).
---

Kalo masalah kerugian yang 1,3T itu ya memang repot jika cara pandang awalnya adalah bersalah dulu lalu cari nilai kerugiannya.  Semestinya apakah dibalik, cari dulu nilai kerugiannya lalu dianggap bersalah?  Atau bisa juga bersalah dulu secara aturan tapi belum tentu ada kerugian materiil?

---
[rr] 1.  jika Kejagung benar dan  IM2 harus membayar Rp 1,3T artinya negara menerima dobel :
a. yang pertama dari Indosat sudah bayar upfront fee Rp 1.89 T (data dari Kompas hal 5 , Jan 9 2012)
b. yang kedua dari IM2 sebesar Rp 1.3 T

Jurispudensi kasus ini merembet ke semua lini  pelanggan akhir (warnet konsumen), penggunaan frekwensi sharing antara ISP dengan prinsipalnya dan jika anda berlangganan dengan ISP atau ISP dengan Indosat harus juga bayar lagi kerugian negara yg sudah berjalan... weleh weleh
akan chaos dunia Internet kita kedepan dan suram sekali ?

salam, rr - apw / mastel
===========
 From: "Ardi Sutedja K., CISA, CISRM/NSA-IAC


Baru tahu ya kalau di indonesia itu skg berlaku hukum ”tembak dulu, baru bertanya kemudian”.
Ardi
===
From: Arnold Djiwatampu <arnold@tt-tel.com>
To: Telematika@yahoogroups.com; mastel-anggota@yahoogroups.com
Harus hati-hati.
Menjual frekwensi kepada perusahaan atau pihak lain harus pakai izin Menteri, walaupun di AS dll diperkenankan.
Yang boleh adalah menjual jasa dimana jaringannya (yang menggunakan frekwensi) kepada pihak lain.

Mengenai menggugat lewat PTUN harus pandai-pandai mencari obyek perkara berbeda, jadi tidak boleh asal menggugat balas dendam untuk perkara yang sama.

Salam,
APhD
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>

Mengenai Indonesat dengan IM2 ini bagaimana ya pak, apakah Indosat bisa dipandang 'menjual kembali' hak menggunakan frequensi?
Atau Indosat memang telah membangun sistem komunikasi di atas frequensi yang sudah dia dapatkan lisensinya lalu sistem komunikasi tersebut dia jual kembali untuk menembus pasar?
Salam
Febi
===
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM
Wah jangan-jangan Kejagung kesimpulannya seperti ini pada kasus Isat-IM2, dalam menafsirkan UU Tel, PP 51 dan PP 52.

Powered by Lithium Ion Battery®
======
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM

Iya pak Taufik,
kalo Indosat begitu saja menjual hak pakai frequensi yang telah didapatkan dari tender tanpa memberi nilai tambah terlebih dahulu, memang bisa diperdebatkan secara hukum.  Lain jika Indonsat sudah memberi nilai tambah terlebih dahulu semacam membangun sistem komunikasi di frequensi tersebut lalu menjual sistem tersebut untuk pemasaran ke pelanggan/pengguna langsung.
Salam
Febi
========
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:48 PM

Ya itu repot kalau sdh merasa benar interpretasinya, kemudian pandangan ahli, praktisi dan pemeriksaan lapangan (identifikasi frk yg dipancarkan dg MCC/MNC) diabaikan.
Powered by Lithium Ion Battery®
====
From: "rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>
To: "APWKomitel@yahoogroups.com" <apwkomitel@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:55 PM



Agar lebih mudah mengertinya bagi yg awam, yang scarce (scarcity)  khan frekwensinya makanya disharing dengan teknology...semakin canggih teknologynya maka semakin banyak informasi yg bisa dishare di frekwensi tersebut, apalagi dengan frekwensi yg lebih tinggi misalnya fiber atau sinar laser, maka semakin banyak yg bisa sharing pipa tsb (Menurut Gilder George (2000) Telecosm ).

Jadi transmisinya melalui udara dimana informasi menumpang difrekwensi tersebut, bisa diartikan frekwensi adalah mediumnya seperti udara atau ada yg menyebutnya channel (kanal) atau bisa juga pipanya... sedangkan informasi sebagai content atau airnya...mengalir sampai jauh bak bengawan solo :-)
Kalau menurut Kompas khan IM2 tetap harus bayar BHP memanfaatkan frekwensi dan USO nya.
Sedangkan Indosat bayar spektrum alokasi karena frekwensi ini scarcity medium... seperti tender 3G, 4G frekwensi.

Bagaimana menurut pak TH dan pak Aph
salam, rr - apw / mastel
====
 pak taufik
Sepertinya kita setback kalau urusannya soal administrasi, no trust dan interestnya hanya untuk mengisi kas negara.
Padahal challenge pembangunan rural , infrastruktur masih ambruladul kaga keruan, malah semestinya pemerintah memfasilitas bukan merepotkan seperti ini.

not only weird...but very stupid...  cocok sekali kalimat "Jika bisa dipersulit... kenapa harus dipermudah" :-)

salam, rr - apw
====
From:
Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>

To: mastel-anggota@yahoogroups.com

Kalau penyidik memang menemukan adanya penggunaan frek 2,1 GHz oleh IM2, mestinya ada BTS, yang beridentifikasi milik IM2.
Misalnya harus ada Mobile Country Code (MCC) dan Mobile National Code (MNC), selain LAC dan CID, yang bisa diidentifikasi di HP.
Dalam kaitan untuk roaming, ini kemungkinan perlu untuk didaftarkan (GSMA?) supaya bisa dilakukan "setllement of account" atau hal semacam itu dengan operator yang pelanggannya masuk Indonesia dan pakai BTS IM2.
Secara bisnis, apa bisa diklarifikasimungkinkah IM2 ikut2an membangun BTS, padahal bisa sebagai penyelenggara jasa saja?
Weird?
Salam
TH
======
  • Arif Api btw, yg perlu diketahui, itu bayar BHP nya pakai rekening siapa? kalau pakai rekening Isat udah bener, lah kalau pake rekening IM2 itu brarti emang salah
  • Tutut Dwitoto Indosat beli bis 1,8M..lalu di sewakan ke IM2..IM2 dapat untung 1,3M....mungkin itu yg di maksud kali...pengin yg 1,3M masuk ke negara
  • Arif Api maksudku, pembukuan mrk gimana sebenarnya? bayar BHP nya pakai rekening siapa? nanti mentang2 satu grup lupa pakai ek IM2 xixixi
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
 
Wah belum satu persepsi tuh, Pak RR
Yang kita perlu satu persepsi adalah tidak ada sharing frekuensi mohon dilihat lagi email saya sebelumnya. Bahwa IM2 bayar BHP dalam hal ini Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP Jastel) bukan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frekuensi) dan USO, bukan karena memanfaatkan frekuensi (apalagi kalau ini disebut sharing), tapi sebagai perusahaan yang bergerak dibidang telekom/IT. Semua pemilik hape memanfaatkan frekuensi, tapi tidak bisa disebut sharing frek dengan operatornya. Sekali lagi, menggunakan frekuensi artinya menduduki spektrum, dan tidak ada entitas lain yang bisa menggunakannya, kalau tidak akan interfernsi
---
[rr]pak Taufik: Kalau persepsi kami sharing frekwensi artinya satu frekwensi  (2.1Ghz) oleh Operator penyelenggara jaringan (Indosat yg sudah dialokasi karena sudah bayar upfront fee alokasi) dan dipakai beramai ramai baik oleh operator jaringan dan banyak end users (pengguna jasa)  dan tidak terjadi interferensi antara users karena masing paket yg dikirim ada addressnya (ID source dan destination), analoginya  seperti IP paket mengalir disebuah kabel (pipa) bersama jutaan paket sharing pipa tersebut, dimana usernya bayar jasa telekomunikasinya seperti USO dan BHP nya.
entahlah itu persepsi saya menggunakan frekwensi untuk bandwidth sharing.
salam, rr - apw
---

IM2 (dan banyak lagi ISP lain, juga penyelenggara jasa lain, VSAT misalnya) memanfaatkan jaringan dari penyelenggara jaringan, dalam rangka menyelenggarakan jasa kepada pelanggannya (itu UUTel dan PP52)
Pelanggan/pengguna membayar pelayanan jasa kepada IM2, yang pada gilirannya membayar penggunaan jaringan kepada Indosat.
Salam
TH_________________________
Registered Linux User #482390
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 4:01 PM


[febi]Yang gampang gini aja coba: yang memiliki infrastruktur komunikasi seluler itu Indosat atau IM2?
---
[rr] persepsi saya... Indosat adalah operator yang punya ijin jaringan telekom dalam hal ini karena sudah bayar up front fee 2.1 Ghz yah jaringan ini.
IM2 adalah user pengguna jasa (tepatnya penyelenggara jasa karena di resale :-) ... gitu pak tapi itu persepsi saya
---

[febi]Kalau misalnya yang menyediakan infrastruktur (BTS, server, etc.) adalah Indosat maka indosat tidak jualan alokasi frequensi, melainkan jualan sistem.
Tapi kalo infrastruktur itu semua dibangun oleh IM2 maka artinya indosat hanya jual kembali hak pakai frequensi, gak investasi modal lagi (ini bisa digugat menurut saya).

---
[rr] menurut UU 36/1999 dan PP nya yang boleh bangun infrastruktur khan operator jaringan dalam hal ini tentu Indosat, sedangkan IM2 khan pengguna jasanya... ngak perlu bangun jaringan (dan tidak boleh harus ijin Menteri :-)

Tapi terus apa kaitannya ini dengan Rp 1.3 T ha3x... yg dianggap tidak dibayar oleh si IM2 yang sebetulnya cuma pengguna jasa layanan...cukup bayar BHP dan USOnya saja khan ... buat saya aneihnya disini dan mungkin Kejagung juga bingung ha3x... :-)
atau ada paradigma orang jaringan dan orang hukum soal ini :-)
entahlah... cmliiw...
salam, rr - apw
---
diskusi selanjutnya... menurut pak TH sensitif menggunakan istilah sharing...beliau gunakan istilah berbagi (guna) :-)
anyway... very peculiar... indonesiana... :-)
----