Rabu, 09 Januari 2013

Ikut tender 3 / 4G , belum kapok dng Kasus Freq. Sharing 2.1G di Kejagung ?

Belum kapok kah ?  Urusan denda Rp 1.3 T keJagung frekwensi sharing Indosat dan IM2 di 2.100Mhz masih
Berlanjut kabarnya beban bagi industri dan preseden buruk bagi Indonesia.

Sekarang lelang Frekwensi 1.800Mhz malah jadi favourit 4G dan berapa Triliun lagi akan dihabiskan utk up front fee loh :-)

salam, rr - apw
===
Komentar Komentar teman teman di milis APW, Telematika dan Mastel kali ini ascending order...yang lama dibawah :-)
==========
 To: "APWKomitel@yahoogroups.com" <apwkomitel@yahoogroups.com>

Subject: Sidang tipikor senin pekan depan [mastel-anggota] KASUS INDOSAT-IM2: MASTEL SAMPAIKAN SURAT  KE SBY

Jadi apakah artinya ada insider sharing informasi soal masalah frekwensi 2.1Gh sharing IM2 dan Indosat ini dengan kejagung... :-)

Weleh weleh... jika benar...semestinya BPKP meninjau kembali laporannya dan mengulangi lagi research nya...

Siapa tahu hasilnya menjadi lebih baik dan kondusif.. boleh khan atau bisa khan BPKP melakukan hal ini... amandemen studinya... dengan informasi baru ?

hav a niz wekeend dan semoga minggu depan membaik salam, rr - apw/ mastel

stop press: source dari Koran Tempo jumat 11, jan 2013 hal A7

Kjeagung menyatakan mantan Dirut IM2 akan jalani sidang perdana Senin pekan depan (14 jan 2013) setelah menerima penetapan sidang oleh pengadilan TiPiKor di Jakarta... dan sudah menunjuk Antonius Wdijantono sebagai Ketua Majelis Hakimnya kata kepala Jampisus Kejaksaan Negeri Jaksel Arif Zahrulyani.
Komunitas bisa rame2 monitor sidang ini
====
From: Ratnawulan Oktovani <wulan@mastel.or.id>
To: mastel-anggota@yahoogroups.com
http://m.bisnis.com/articles/kasus-indosat-im2-mastel-sampaikan-surat-keprihatinan-kepada-sby
---
Jum'at, 11 Januari 2013 | 23:29 WIB  -   Gloria Natalia Dolorosa
 
JAKARTA-Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Internet 3G di frekuensi 2,1 GHz antara Indosat dan Indosat Mega Media (IM2).
    Sebelumnya Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melayangkan surat keprihatinan kasus serupa kepada presiden.
    Ketua Umum Mastel Setyanto P. Santosa mengatakan Mastel menganggap bahwa penggunaan kekuasaan secara keliru oleh Kejaksaan Agung di dalam kasus IM2 berpotensi menimbulkan gangguan terhadap laju pertumbuhan layanan jasa telekomunikasi.
    Kasus itu pun bisa berdampak pada ketidakpastian hukum di bidang investasi dan menghambat laju pembangunan jaringan dan aksesibilitas telekomunikasi.
   Dalam keterangan tertulis kepada Bisnis, Jumat (11/1), keprihatinan Mastel didasarkan pada beberapa hal. Pertama, sikap Kejaksaan Agung yang memidanakan perjanjian bisnis antara Indosat-IM2 semata-mata didasarkan pada laporan oknum Denny A.K yang tujuannya memeras Indosat.
    Denny A.K yang mengatasnamakan Lembaga Konsumen Telekomunikasi Indonesia (LKTI) saat ini sudah dihukum 16 bulan oleh pengadilan. Dia terbukti melakukan pemerasan terkait salah satu kasus yang dilaporkannya kepada kejaksaan.
    Kedua, perjanjian bisnis yang dilakukan antara IM2 dengan Indosat adalah model bisnis yang umum di bidang telekomunikasi. Model ini dilakukan oleh lebih dari 200 perusahaan yang sejenis dengan IM2.
     Ketiga, Kejaksaan Agung dalam memproses kasus ini tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat a.l. dari Menteri Komunikasi dan Informatika dan pembuat/penanggung jawab kebijakan di bidang informatika.
     Menurut Mastel, kerja sama antara IM2 dengan Indosat sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. (yus)
Salam,   Ratnawulan Oktovani
==========
From: "rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>

Jadi akhirnya pertanyaan saya soal PemeTUNan BPKP benar dong ha3x... thanks for the informan kemarin dulu sore :-)
sebetulnya sharing frekwensi itu baik dan diasarankan oleh ITU dan para paker telekom (Gilder (2000) Telecosm) bahkan semakin canggih tehnologi semakin banyak yg bisa sharing... akhirnya frekwensi dan bandwidth menjadi abundance tidak lagi scarcity... so no more zero sum game... tapi positive sums game.

jadi 'sharing' frekwensi..ngak perlu takut terus ada istilah 'berbagi' guna frekwensi... bahkan ditenggarai 'kumpul kebo', 'selingkuh' atau berjemaah frekwensi dalam diskusi kemarin.

Analoginya infrastruktur frekwensi sharing seperti ini bagi orang awam untuk infrasturktur Jalan Tol:
Kalau di teknologi transportasi maka ada satu perusahaan selaku penyelenggara jaringan jalan tol yaitu misalnya PU atau JasaMarga, sedangkan penyelenggara jasa transportasi seperti taxi, pengangkutan memanfaatkan dengan bayar uang tol atau kalau digratiskan yah bayar pajak dan pelat nomor kendaraan (ngak boleh pake DI 13 misalnya ha3x... :-)
Jadi tidak perlu setiap taxi bangun jalan masing masing... masak kita harus semua jadi penyelenggara jalan tol dan setiap orang bangun jalan tol...ngak mungkin dong.

Di Telekomunikasi juga sama... ada satu perusahaan penyelenggara jaringan misalnya telkom atau Indosat dalam hal ini membangun jaringa dengan frekwensi 2.1G..setelah mendapatkan lisensi membangun dan bayar upfront fee... cukup satu dua perusahaan saja...
Lalu ribuan warnet, ISP termasuk IM2 menjadi penyelenggara jasa memanfaatkan jaringan tersebut ini frekwensi sharing menurut saya... dengan membayar BHP Jasanya dan USO nya.
Jadi Warnet, ISP dan IM2 tidak perlu semuanya jadi penyelenggara jaringan cukup beberapa perusahaan raksasa saja seperti Indosat, Telkom dll...)

Aneh kasus Kejagung ini masak Warnet, ISP, IM2 harus bayar frekwensi alokasinya... ntar semua jadi penyelenggara jaringan dong... :-)
Mungkin dengan cara pandang seperti ini semakin terlihat masalah frekwensi sharing ini semestinya tidak masalah dan dengan semakin tinggi teknologi kedepan maka pemakaian spektrum akan semakin efisien dengan teknologi-teknologi sharing yg semakin canggih... dan kalau kondisinya judikatif kita seperti ini... maka kita SETBACK... dan bukan maju tapi mundur... dan target WSIS tidak akan tercapai.

salam, rr - apw/ mastel
--------
From: arif pitoyo <arifpitoyo@yahoo.com>
Subject: Re: [Telematika] sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

http://www.telkomedia.com/index.php/telecom/item/180-indar-atmanto-gugat-bpkp-terkait-perhitungan-kerugian-negara

JAKARTA- PT Indosat Tbk (Indosat) hari ini mengumumkan bahwa Ir. Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), telah mengajukan gugatan sae Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Badan Pemeriksa Keuangan dan Pengawasan (BPKP).
Indosat selaku pemilik lisensi frekuensi 2.1 GHz adalah  penyelenggara jaringan yang telah bekerjasama dengan  IM2 selaku penyelenggara jasa untuk menyediakan  jasa telekomunikasi berupa layanan internet bagi masyarakat. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa berkenaan dengan  kerjasama ini telah terjadi  tindak pidana korupsi oleh Ir. Indar Atmanto, mengingat IM2  dianggap telah memakai frekuensi 2,1 GHz dengan tidak melakukan pembayaran kepada Negara.

Untuk menghitung besarnya kerugian negara sehubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut diatas, Kejaksaan Agung telah meminta BPKP untuk melakukan penghitungan guna menghitung besarnya kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang diduga telah dilakukan oleh IM2.
Sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, BPKP sebenarnya tidak berwenang untuk melakukan penghitungan kerugian negara yang diduga telah dilakukan oleh IM2 karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 Tahun 2009 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang berhak untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh IM2 adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

==========
Subject: [mastel-anggota] Perbedaan tegas antara Penyelenggara Jaringan (Bergerak) dan Penyelenggara Jasa (Multimedia)
From: Arnold Djiwatampu <arnold@tt-tel.com>

Ya, kita perlu jeli mencermati dan membedakan antara Penyelenggara Jaringan Telekomunikasia dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang diatur di UU no. 36 th 1999 yang dijelaskan lebih lanjut dalam PP no. 52,  dan kemudian lebih rinci dalam Kepmen No.20/2001  dan Kepmnen No.21/2001, yang pasal dan ayat terkait dikutip di bawah ini. Dalam Ps. 3 ayat (1) huruf c. dapat disimpulkan bahwa IM2 termasuk penyelenggara jasa Multimedia.

Indosat dalam kasus ini bertindak sebagai Penyelenggara Jaringan bergerak telekomunikasi, sedangkan IM2 adalah Penyelenggara Jasa telekomunikasi (KM no.21/2001).

Dalam PP 52/2000 Ps. 13 dengan jelas dikatakan bahwa penyelenggara jasa harus menggunakan jaringan dari penyelenggara jaringan.
Kemudian dalam KM 20/2001 Ps. 10 ditegaskan bahwa yang membayar BHP Frekwensi adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Jadi jelas, bahwa bukan penyelenggara jasa telekomunikasi yang membayar BHP Frekwensi, bukan?

Kemudian dalam KM 20/2001 Ps. 29 mesti cermat menelaahnya, yang menyebutkan bahwa Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi.
Disebutkan seakan-akan setiap pengguna frekwensi harus membayar BHP Frekwensi, bukan?
Nah, di sini jebakannya, karena masih diteruskan dengan kata-kata "untuk setiap tujuan penyelenggaraan telekomunikasi". Jadi pembayaran BHP tersebut untuk satu kesatuan yang utuh bagi tujuan penyelenggaraan, bukan masing2 penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa sendiri-sendiri, bukan?
Ini adalah sesuai dan tidak bertentangan dengan Ps.10 dan Ps.13 PP no.52/2000.
Jadi tidak masuk akal bahwa baik Indosat dan IM2 masing2 harus membayar BHP Frekwensi, walaupun masing2 membayar BHP sebagai penyelenggara telekomunikasi.

Kemudian lebih lanjut dikatakan bahwa:
Penyelenggara jaringan (Ps. 10 KM 20/2001) dan penyelenggara jasa (Ps 12 KM 21/2001) masing2 membayar BHP (selain BHP Frekwensi),  dimana penyelenggara jasa telekomunikasi (harus) menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.



Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2000
Penyelenggaraan Telekomunikasi


Bagian Ketiga
<>Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi</>
<></>
<></ >Pasal  13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.



Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2000
Penggunaan Frekwensi Radio dan Orbit Satelit
Pasal 25
<>(1)       Pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang    
        telah diperolehnya kepada pihak lain.
</ > <>
(2)   
izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan    
        dari Menteri.
</ >


Kepmen No. 20 tahun 2001
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 3
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
a. Penyelenggaraan jaringan tetap;
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak.
Pasal 10
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membayar biaya hak
      penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).



Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 29
(1)   Setiap pengguna spektrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi wajib
         membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio
.






Kepmen No.21 tahun 2001
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi




Pasal 3
              (1) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas :  
                 a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
                 b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
                 c. Penyelenggaraan jasa multimedia.


Pasal 5
  <></>
<>(1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa</> telekomunikasi
      menggunakan
jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

<></>
<>
Pasal 12

</>
(1) Setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan             
      telekomunikasi
yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

                 
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana
      dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu    
      perjanjian tertulis.

                
<></>


Subject: Re: [Fwd: [Telematika] Bagaimana prinsip accounting dan hitungan BPKP dasar keputusan Kejagung ?Bisakah di amandemen jika salah ?[APWarnet] KASUS IM2: JAKSA AGUNG MINTA INDOSAT KEMBALIKAN RP1,3 TRILIUN]
Date: Wed, 9 Jan 2013 06:05:46 +0000 (GMT)
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>




Mengenai Indonesat dengan IM2 ini bagaimana ya pak, apakah Indosat bisa dipandang 'menjual kembali' hak menggunakan frequensi?
Atau Indosat memang telah membangun sistem komunikasi di atas frequensi yang sudah dia dapatkan lisensinya lalu sistem komunikasi tersebut dia jual kembali untuk menembus pasar?

Salam

==========
 From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
2013/1/9 Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
 
Ha ha gak menderita lah pak Taufik,
yang menderita itu nanti yang punya BB 2 biji, HP biasa juga ada, masih ditambah iPad :)

Kalau yang sanggup beli 2 BB, HP biasa ditambah iPad mah kagak ada menderitanya atuh!
Sama dengan orang yang beli Mercedes SLK, rumahnya tentu bukan T21, (mestinya juga malu beli premium ;))
Para ahli bisnis industri komunikasi pasti sudah ngitung lah, harga yang bakal diterima pasar berapa, lalu berapa banyak calon pengguna,
jadinya berapa berani beli lisensi 4G?  Nah pemerintah jangan mau pasang harga awal  penawaran yang terlalu rendah :)

Coba bayangkan kalo lisensi 4G aturannya hanya boleh dipegang oleh satu pemenang saja, lalu yang lainnya sub-distribusi layanan, maka
akan habis-habisan tuh lelang.  Semua operator akan mempertaruhkan seluruh duit di atas meja lelang tuh!
Kalau mau mulai dari rencana mendorong kemudahan akses informasi bagi masyarakat, perlu ditentukan berapa kemampuan "rakyat kebanyakan", dalam berlangganan internet, beri margin ke operator yang wajar, tentukan ceiling price bukan hanya floor price.
Ini kan sama dengan melakukan market design yang Pemerintah katanya sedang berusaha supaya internet terjangkau dengan menggunakan sumber daya milik publik (spektrum frekuensi, yang seharusnya tidak dijadikan barang dagangan pemerintah untuk dapat pemasukan).
Perlu diketahui bahwa saat ini yang namanya regulatory charges (BHP Jastel, BHP Frek, USO) bagi operator Indonesia sudah sangat tinggi dalam porsi itungan akuntansi mereka, padahal porsi itu sama sekali tidak pernah turun dengan makin menurunnya revenue karena penurunan tarif yang terjadi. Akibatnya operator mulai menekan suppliernya, atau mengurangi beban SDM (yang tidak mudah), maka jadi terganggulah ecosystem industri selular, akibatnya kualitas pelayanan terganggu. Yang rugi kan rakyat kebanyakan juga.

BTW, apa beberapa hari ini tidak merasakan lambatnya akses internet?
Salam
Febi
==========
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
>Belum kapok kah ?  Urusan denda Rp 1.3 T keJagung frekwensi sharing Indosat dan IM2 di 2.100Mhz masih
>Berlanjut kabarnya beban bagi industri dan preseden buruk bagi Indonesia.

Febi:
Untuk menghilangkan kerancuan, kalo memang yakin indosat dengan IM2 itu bisnis distribusi produk, maka istilah
frequency sharing harus diganti dengan kerja sama distribusi produk frequency :)

>Sekarang lelang Frekwensi 1.800Mhz malah jadi favourit 4G dan berapa Triliun lagi akan dihabiskan utk up front fee loh :-)

Kalo masalah lelang frequency, justru pemerintah harus pasang harga setinggi mungkin pada tingkat masih menguntungkan bagi
para peserta lelang.  Jangan sampai terlalu rendah.  Tinggal masalah keyakinan dunia industri apakah 4G memang akan menguntungkan?:)
Salam Febi
================

From: "Ardi Sutedja K., CISA, CISRM/NSA-IAC" <asutedjak@yahoo.com>


Waspada terhadap EO2 kriminalisasi di republik ini. Kalau di Singapura dikenal sbg ”Fine Country”, Indonesia sebentar lagi akan dikenal sebagai "Negeri Dengan 1001 Macam Upaya Kriminalisasi”! Kriminalisasi tanpa dasar lebih berbahaya dari IED di afganistan, sama jahatnya dgn narkoba dll.
Ardi
------
From: Henk Mahendra
Subject: [APWarnet] Re: Re: Sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

Hampir sekaliber Mahabharata,
Apalagi kalau kasus ini terus bergulir dan sponsor2 utama kriminalisasi "pemberdayaan gotong royong frekuensi" oleh Indosat+IM2 akan terus terpapar di papan nasional informasi publik ;)

Sejak jaman Abil dan Kabil (abel and cane) yg namanya "bisnis mengkriminalisasi hal2 non-kriminal" (= prostitusi kewenangan legal) merupakan bisnis "kumpul kebo menanduk berjamaah" (collective racketeering) dengan panen finansial/asset yg jauh lebih tinggi dibandingkan prostitusi badan :D

Keren kan Opera Prostitusi Kewenangan Legal hehehe ;)
HM
--------
From: rrusdiah@yahoo.com
Subject: Re: [APWarnet] Re: [Telematika] sepertinya belum kapok ? Indar gugat BPKP

Maksudnya perang mahabharata pak henk :-)
-------
From: "henkmahendra@yahoo.com" <henkmahendra@yahoo.com>

LANJUTKAN! ;)
Opera Van Java pasti kalah seru dengan Opera Laga Utama Indosat+IM2 ini :D
HM
------

Selasa, 08 Januari 2013

Bagaimana BPKP hitung kerugian negara Rp 1.3T oleh Indosat ? Bisakah di-amandemen?

Diskusi dengan rekan komunitas di milis APW, Mastel dan Telematika:
1.  Kabarnya dari teman diinstusi terkait, laporan mengenai jumlah yg ditenggarai merugikan negara Rp 1.3 T ini di PTUN khan oleh pengacaranya Indosat... apa betul ?
Jika betul...  kenapa tidak langsung saja Keputusan Kejagung yang di PTUN khan ?

2.  Accounting Principle apa yg digunakan oleh BPKP dalam menghitung kerugian negara  sebesar Rp 1.3 T ini ?
Setahu saya Indosat telah membayar upfront fee Frekwensi 2.1Ghz ini artinya berdasarkan prinsip debit dan credit serta jual beli jasa/lisensing ini Negara sudah menerima uang sebesar Rp 1.89 Triliun loh (Kompas, Rabu, 9 Jan 2012, halaman 5) dan juga baik Indosat dan IM2 sudah bayar BHP serta USO (Kompas).
Artinya Indosat dapat menggunakan frewensi yang sudah dibayar ini untuk misalnya dijual atau disharing dengan pelanggannya apakah itu pelanggan corporate umum atau IM2 anak perusahaannya dengan harga yg ditentukan oleh Indosat agar bisa memperoleh omset penjualan dan keuntungan tertunya.
Pelanggan baik corporate atau IM2 khan semestinya kalau mau bayar yah ke Indosat bukan lagi kenegara karena khan frewensi tersebut sudah dibayar oleh Indosat.
Jika IM2 ditenggarai merugikan negara Rp 1.3T artinya IM2 harus membayar negara Rp 1.3 T , maka negara menerima dobel pembayaran dong sebesar Rp 1.89 T upfront fee dll yg sudah dibayar oleh Indosat plus dendanya IM2 Rp 1.3 Triliun.
Ini sangat aneh bin ajaib berdasarkan pengetahuan saya menggunakan accounting principle jual beli jasa (telekomunikasi atau frekwensi) ?

3. Dari kacamata prinsip ekonomi, jika Indosat sudah bayar up front fee untuk Frekwensi 2.1Ghz ini sebesar Rp 1.89 T , maka Indosat tentu berhak menjual kembali sebagai jasa layanan telekomunikasi menggunakan frewensi ini secara bebas bisa dengan corporasi pelanggan dengan perhitungan cost benefit kepada pelanggan dan tentu juga bisa saja dijual dengan harga yg disepakati oleh Indosat dan IM2 secara intern sesuai kontrak kerjasama yg sudah disetujui oleh Kementerian Kominfo dimana besarannya bukan lagi urusan negara khan karena negara sudah menerima pembayarannya (Rp 1.87 T).
Ini jadi preseden yang sangat aneh.. artinya siapapun konsumen di Indonesia atau anda pun yg menggunakan frekwensi provider utk layanan Internet anda harus bayar lagi ke Negara, selain ke prinsipalnya,  jadi akan terjadi dobel bayar seperti kasus Indosat IM2 ini... dan ini akan jadi jurispudensi aneh dan salah kaprah di komunitas Telematika atau warnet pelanggan Indosat Im2 :-)
catatan: jika tidak bayar dobel ke ISP dan Negara artinya bisa ditenggarai merugikan negara ? Siap siap saja ISP dan Warnet lain yang sharing frekwensi dengan principlenya misalnya Telkom atau Indosat ?

    Sungguh cara perhitungan yang super aneh, bagi kami pelanggan IM2 dan semestinya keanehan seperti coba dihitung kembali oleh BPKP agar tidak terjadi chaos di kalangan pengguna jasa Internet, karena model kerjasama sharing frewensi ini umum dikalangan ISP dan Warnet. Karena tuntutan dan keputusan kejagung berdasarkan laporan BPKP dan tentu BPKP bisa saja mengamandemen laporannya jika salah khan ?

Apa teman teman kami di BPKP dan di Kominfo bisa konfirmasi atau menjelaskan otherwise dengan transparansi perhitungannya ?
Kirim komen ke Rudi Rusdiah dibawah ini. Januari 9 2013
======
Komentar-Komentar di milis descending order jadi yang terakhir malah dibawah:
======
[Waringin30]Saya sebenarnya dalam posisi sulit untuk menanggapi kasus ini. Silahkan dibaca
pandangan pribadi saya yang tidak secara khusus terkait substansi kasusnya:

http://pojokgagasan.blogspot.com/2013/01/peran-kaum-profesional-dalam-penegakan.\
html?m=1

---
[rr] sebagai informasi teman teman di milis, ini adalah email dari pak Rudy
Harahap...beliau teman baik saya kebetulan berada di posisi sulit karena beliau
adalah dari BPKP...
========
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com"
Sent: Wednesday, January 9, 2013 11:17 AM
Subject: [Telematika] Bagaimana prinsip accounting dan hitungan BPKP dasar keputusan Kejagung ?Bisakah di amandemen jika salah ?

Pak Rudi,
mungkinkah BPKP dan Kejaksaan melihat model bisnis frekuensi ini seperti model bisnis lisensi pembelian software yang hanya untuk digunakan sendiri dan tidak boleh dijual kembali ke pihak ketiga?
---
[rr] pak ahmad,
Indosatpun tidak akan menggunakan nya untuk dirinya sendiri tapi untuk dijual kepelanggannya khan, karena memang Indosat adalah perusahaan jasa telekomunikasi, jadi bukan seperti pelanggan akhir dari software Microsoft misalnya yg tidak boleh di resale (warnet saja harus ada lisensi khusus setelah diprotes keras oleh warnet di Indonesia).
---

Kalo masalah kerugian yang 1,3T itu ya memang repot jika cara pandang awalnya adalah bersalah dulu lalu cari nilai kerugiannya.  Semestinya apakah dibalik, cari dulu nilai kerugiannya lalu dianggap bersalah?  Atau bisa juga bersalah dulu secara aturan tapi belum tentu ada kerugian materiil?

---
[rr] 1.  jika Kejagung benar dan  IM2 harus membayar Rp 1,3T artinya negara menerima dobel :
a. yang pertama dari Indosat sudah bayar upfront fee Rp 1.89 T (data dari Kompas hal 5 , Jan 9 2012)
b. yang kedua dari IM2 sebesar Rp 1.3 T

Jurispudensi kasus ini merembet ke semua lini  pelanggan akhir (warnet konsumen), penggunaan frekwensi sharing antara ISP dengan prinsipalnya dan jika anda berlangganan dengan ISP atau ISP dengan Indosat harus juga bayar lagi kerugian negara yg sudah berjalan... weleh weleh
akan chaos dunia Internet kita kedepan dan suram sekali ?

salam, rr - apw / mastel
===========
 From: "Ardi Sutedja K., CISA, CISRM/NSA-IAC


Baru tahu ya kalau di indonesia itu skg berlaku hukum ”tembak dulu, baru bertanya kemudian”.
Ardi
===
From: Arnold Djiwatampu <arnold@tt-tel.com>
To: Telematika@yahoogroups.com; mastel-anggota@yahoogroups.com
Harus hati-hati.
Menjual frekwensi kepada perusahaan atau pihak lain harus pakai izin Menteri, walaupun di AS dll diperkenankan.
Yang boleh adalah menjual jasa dimana jaringannya (yang menggunakan frekwensi) kepada pihak lain.

Mengenai menggugat lewat PTUN harus pandai-pandai mencari obyek perkara berbeda, jadi tidak boleh asal menggugat balas dendam untuk perkara yang sama.

Salam,
APhD
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>

Mengenai Indonesat dengan IM2 ini bagaimana ya pak, apakah Indosat bisa dipandang 'menjual kembali' hak menggunakan frequensi?
Atau Indosat memang telah membangun sistem komunikasi di atas frequensi yang sudah dia dapatkan lisensinya lalu sistem komunikasi tersebut dia jual kembali untuk menembus pasar?
Salam
Febi
===
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM
Wah jangan-jangan Kejagung kesimpulannya seperti ini pada kasus Isat-IM2, dalam menafsirkan UU Tel, PP 51 dan PP 52.

Powered by Lithium Ion Battery®
======
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:25 PM

Iya pak Taufik,
kalo Indosat begitu saja menjual hak pakai frequensi yang telah didapatkan dari tender tanpa memberi nilai tambah terlebih dahulu, memang bisa diperdebatkan secara hukum.  Lain jika Indonsat sudah memberi nilai tambah terlebih dahulu semacam membangun sistem komunikasi di frequensi tersebut lalu menjual sistem tersebut untuk pemasaran ke pelanggan/pengguna langsung.
Salam
Febi
========
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
To: "telematika@yahoogroups.com" <telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:48 PM

Ya itu repot kalau sdh merasa benar interpretasinya, kemudian pandangan ahli, praktisi dan pemeriksaan lapangan (identifikasi frk yg dipancarkan dg MCC/MNC) diabaikan.
Powered by Lithium Ion Battery®
====
From: "rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>
To: "APWKomitel@yahoogroups.com" <apwkomitel@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 1:55 PM



Agar lebih mudah mengertinya bagi yg awam, yang scarce (scarcity)  khan frekwensinya makanya disharing dengan teknology...semakin canggih teknologynya maka semakin banyak informasi yg bisa dishare di frekwensi tersebut, apalagi dengan frekwensi yg lebih tinggi misalnya fiber atau sinar laser, maka semakin banyak yg bisa sharing pipa tsb (Menurut Gilder George (2000) Telecosm ).

Jadi transmisinya melalui udara dimana informasi menumpang difrekwensi tersebut, bisa diartikan frekwensi adalah mediumnya seperti udara atau ada yg menyebutnya channel (kanal) atau bisa juga pipanya... sedangkan informasi sebagai content atau airnya...mengalir sampai jauh bak bengawan solo :-)
Kalau menurut Kompas khan IM2 tetap harus bayar BHP memanfaatkan frekwensi dan USO nya.
Sedangkan Indosat bayar spektrum alokasi karena frekwensi ini scarcity medium... seperti tender 3G, 4G frekwensi.

Bagaimana menurut pak TH dan pak Aph
salam, rr - apw / mastel
====
 pak taufik
Sepertinya kita setback kalau urusannya soal administrasi, no trust dan interestnya hanya untuk mengisi kas negara.
Padahal challenge pembangunan rural , infrastruktur masih ambruladul kaga keruan, malah semestinya pemerintah memfasilitas bukan merepotkan seperti ini.

not only weird...but very stupid...  cocok sekali kalimat "Jika bisa dipersulit... kenapa harus dipermudah" :-)

salam, rr - apw
====
From:
Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>

To: mastel-anggota@yahoogroups.com

Kalau penyidik memang menemukan adanya penggunaan frek 2,1 GHz oleh IM2, mestinya ada BTS, yang beridentifikasi milik IM2.
Misalnya harus ada Mobile Country Code (MCC) dan Mobile National Code (MNC), selain LAC dan CID, yang bisa diidentifikasi di HP.
Dalam kaitan untuk roaming, ini kemungkinan perlu untuk didaftarkan (GSMA?) supaya bisa dilakukan "setllement of account" atau hal semacam itu dengan operator yang pelanggannya masuk Indonesia dan pakai BTS IM2.
Secara bisnis, apa bisa diklarifikasimungkinkah IM2 ikut2an membangun BTS, padahal bisa sebagai penyelenggara jasa saja?
Weird?
Salam
TH
======
  • Arif Api btw, yg perlu diketahui, itu bayar BHP nya pakai rekening siapa? kalau pakai rekening Isat udah bener, lah kalau pake rekening IM2 itu brarti emang salah
  • Tutut Dwitoto Indosat beli bis 1,8M..lalu di sewakan ke IM2..IM2 dapat untung 1,3M....mungkin itu yg di maksud kali...pengin yg 1,3M masuk ke negara
  • Arif Api maksudku, pembukuan mrk gimana sebenarnya? bayar BHP nya pakai rekening siapa? nanti mentang2 satu grup lupa pakai ek IM2 xixixi
From: Taufik Hasan <tfk252hsn@gmail.com>
 
Wah belum satu persepsi tuh, Pak RR
Yang kita perlu satu persepsi adalah tidak ada sharing frekuensi mohon dilihat lagi email saya sebelumnya. Bahwa IM2 bayar BHP dalam hal ini Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP Jastel) bukan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP Frekuensi) dan USO, bukan karena memanfaatkan frekuensi (apalagi kalau ini disebut sharing), tapi sebagai perusahaan yang bergerak dibidang telekom/IT. Semua pemilik hape memanfaatkan frekuensi, tapi tidak bisa disebut sharing frek dengan operatornya. Sekali lagi, menggunakan frekuensi artinya menduduki spektrum, dan tidak ada entitas lain yang bisa menggunakannya, kalau tidak akan interfernsi
---
[rr]pak Taufik: Kalau persepsi kami sharing frekwensi artinya satu frekwensi  (2.1Ghz) oleh Operator penyelenggara jaringan (Indosat yg sudah dialokasi karena sudah bayar upfront fee alokasi) dan dipakai beramai ramai baik oleh operator jaringan dan banyak end users (pengguna jasa)  dan tidak terjadi interferensi antara users karena masing paket yg dikirim ada addressnya (ID source dan destination), analoginya  seperti IP paket mengalir disebuah kabel (pipa) bersama jutaan paket sharing pipa tersebut, dimana usernya bayar jasa telekomunikasinya seperti USO dan BHP nya.
entahlah itu persepsi saya menggunakan frekwensi untuk bandwidth sharing.
salam, rr - apw
---

IM2 (dan banyak lagi ISP lain, juga penyelenggara jasa lain, VSAT misalnya) memanfaatkan jaringan dari penyelenggara jaringan, dalam rangka menyelenggarakan jasa kepada pelanggannya (itu UUTel dan PP52)
Pelanggan/pengguna membayar pelayanan jasa kepada IM2, yang pada gilirannya membayar penggunaan jaringan kepada Indosat.
Salam
TH_________________________
Registered Linux User #482390
====
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>
To: "Telematika@yahoogroups.com" <Telematika@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 9, 2013 4:01 PM


[febi]Yang gampang gini aja coba: yang memiliki infrastruktur komunikasi seluler itu Indosat atau IM2?
---
[rr] persepsi saya... Indosat adalah operator yang punya ijin jaringan telekom dalam hal ini karena sudah bayar up front fee 2.1 Ghz yah jaringan ini.
IM2 adalah user pengguna jasa (tepatnya penyelenggara jasa karena di resale :-) ... gitu pak tapi itu persepsi saya
---

[febi]Kalau misalnya yang menyediakan infrastruktur (BTS, server, etc.) adalah Indosat maka indosat tidak jualan alokasi frequensi, melainkan jualan sistem.
Tapi kalo infrastruktur itu semua dibangun oleh IM2 maka artinya indosat hanya jual kembali hak pakai frequensi, gak investasi modal lagi (ini bisa digugat menurut saya).

---
[rr] menurut UU 36/1999 dan PP nya yang boleh bangun infrastruktur khan operator jaringan dalam hal ini tentu Indosat, sedangkan IM2 khan pengguna jasanya... ngak perlu bangun jaringan (dan tidak boleh harus ijin Menteri :-)

Tapi terus apa kaitannya ini dengan Rp 1.3 T ha3x... yg dianggap tidak dibayar oleh si IM2 yang sebetulnya cuma pengguna jasa layanan...cukup bayar BHP dan USOnya saja khan ... buat saya aneihnya disini dan mungkin Kejagung juga bingung ha3x... :-)
atau ada paradigma orang jaringan dan orang hukum soal ini :-)
entahlah... cmliiw...
salam, rr - apw
---
diskusi selanjutnya... menurut pak TH sensitif menggunakan istilah sharing...beliau gunakan istilah berbagi (guna) :-)
anyway... very peculiar... indonesiana... :-)
----